BERANDA PARA PENGEMBARA KEHIDUPAN

Kehidupan adl proses pembelajaran tanpa henti,proses demi proses di lewati,kejadian demi kejadian di alami,rasa yg muncul pun silih berganti,semuanya mewarnai kanfas kehidupan ini,beragam warna yg ada menjadikan lukisan ini mjd indah dlm sebuah harmonisasi mahakarya sempurna,sebuah seni yg maha apik dirancang sang maha kreatif,mari kita memberi judul tiap gambar yg kita buat dg memberikan makna dan hikmah dari tiap kisahnya,agar pengembaraan kita memberi makna,mari melukis di kanfas kehidupan....

Senin, 05 April 2010

PRODUSEN-PRODUSEN KEPALSUAN

Sebagai seorang anak yang lahir di desa kecil yang kampung dan kumuh di desa Tajun, Bali Utara sana, salah satu pembangkit imajinasi dan inspirasi saya ketika itu adalah bunyi pesawat terbang yang lewat. Apa lagi kalau ada helicopter yang lewat dan terbang rendah di atas desa. Sepertinya, ada tataran kehidupan dan pengetahuan yang tidak mungkin dijangkau ketika itu. Di tataran kehidupan, bagaimana mungkin kami anak desa yang berjalan tanpa alas kaki, ke sekolah tidak berbekal buku dan pensil, bisa naik pesawat terbang dan helicopter. Di tataran pengetahuan, tidak bisa dijelaskan pikiran ketika itu, bagaimana besi yang sayapnya tidak bergerak tetapi bisa terbang tinggi dan cepat.

Semakin banyak teman masa kecil yang ditanya soal ini, semakin kita dibuat bingung. Sebagai hasilnya, terciptalah jurang pengetahuan dan jurang kehidupan yang demikian lebar antara kami sebagai anak desa dengan mahluk asing yang bernama pesawat dan helicopter. Hanya karena keingintahuan yang tinggi, serta nafsu besar untuk mendaki tangga-tangga kehidupan, maka saya jelajahi semua jurang pengetahuan dan kehidupan ini. Ada orang yang menjelajahinya dengan cara yang lain, dan saya menjelajahinya melalui jalur-jalur pengetahuan. Sampai-sampai bea siswa membawa saya menjelajahi pengetahuan sampai ke Inggris dan Prancis sana.

Cukup jauh jalan-jalan setapak yang ada pada jurang tadi yang sudah saya jalani. Kelokannyapun berjumlah tidak terhitung. Apa lagi halangan dan tantangannya. Namun, setelah demikian banyak tangga-tangga pengetahuan dan kehidupan sudah dijalani, ternyata pengetahuan dan kehidupan yang dulu saya nilai tinggi dan canggih ternyata memiliki banyak wajah. Ada wajah canggih dan mengagumkan memang. Terutama kalau kita berhasil dibawanya ke tingkatan-tingkatan kejernihan dan pencerahan.

Akan tetapi, di bagian lain pengetahuan juga memiliki wajah-wajah yang menakutkan. Hakekat pengetahuan manusia yang senantiasa relatif, relatif dan relatif, membuatnya bisa berbelok ke tempat lain. Disamping menjadi produsen kejernihan, pengetahuan juga memproduksi kepalsuan-kepalsuan. Lebih-lebih pengetahuan yang dibungkus rapi oleh kepintaran, kecerdikan, dan kerakusan yang bertopeng keikhlasan. Ia tidak saja mengotori penglihatan, tetapi juga bisa menjungkirbalikkan realita.

Sebut saja wacana di dunia politik yang demikian kisruh. Itu tidak dibuat oleh orang-orang desa yang kumuh dan lugu. Namun, diproduksi secara amat meyakinkan oleh serangkaian orang dengan modal pengetahuan yang meyakinkan. Atau perhatikan dinamika antarmanusia yang terjadi di perusahaan-perusahaan mentereng. Di tataran bawah yang bermodal pengetahuan paspasan, semuanya serba jernih dan jujur. Ia sejernih kaca cermin yang utuh dan bersih. Namun di tataran atas, di mana semua kepala sudah dilengkapi pengetahuan-pengetahuan tingkat tinggi, ada memang kejernihan yang tersisa, namun tidak sedikit kepalsuan yang diproduksi oleh pengetahuan dan kepintaran.

Saya mengalami sendiri bagaimana rasanya dikelilingi oleh kepintaran dan pengetahuan yang memproduksi kepalsuan. Dengan judul-judul menakjubkan seperti ‘demi perusahaan’, ‘demi Tuhan’, ‘karena empati’ dan judul-judul sejenis, maka diputarlah kejernihan realita ke dalam rangkaian realita yang menguntungkan sang pelapor. Untuk kemudian, merampok dan memperkosa kejernihan. Di tingkatan seperti ini, pengetahuan dan kepintaran sudah menjadi produsen kepalsuan yang demikian meyakinkan. Sebuah wajah pengetahuan yang tidak terbayangkan ketika saya baru mulai melakukan penelusuran di awal. Kadang mulut ini bergumam penuh kekhawatiran. Namun, jika didalami substansi pengetahuan manusia yang senantiasa relatif, wajah pengetahuan seperti ini memang tidak bisa dihindari.

Sadar sepenuhnya akan batas-batas serta resiko pengetahuan yang serba relatif terakhir, maka ada semacam kebosanan dalam diri saya untuk melakukan pencaharian pada tataran pengetahuan sebagai teknik. Manajemen sebagai teknik – sebagai ladang pengetahuan di mana pertama kali saya lahir, dan kemudian tumbuh cukup besar di sana – juga menghadirkan wajah-wajah yang membosankan. Sudah lama saya berlangganan jurnal Harvard Business Review, dan setumpuk jurnal tersebut masih dibungkus rapi tanpa pernah dibuka sebagai tanda belum dibaca. Demikian juga ketika jalan-jalan ke toko buku. Dulu, nama-nama seperti Drucker, Porter, Ohmae dan Mintzberg adalah nama-nama yang menawan. Namun sekarang, ia tidak lebih dari sekadar teknik yang tidak menarik.

Ini bisa terjadi, sekali lagi, karena pengetahuan di tingkat teknik sudah terbukti memproduksi kepalsuan dan ketidakjernihan secara meyakinkan. Untuk itulah, sudah lama saya membelokkan stir pencaharian menuju tataran pengetahuan sebagai spirit. Kalau diibaratkan mobil yang sedang berjalan, pengetahuan sebagai teknik memang sama dengan mobil itu sendiri yang bisa berbelok ke mana-mana. Dan pengetahuan sebagai spirit serupa dengan pengemudinya, yang menentukan ke mana arah mobil akan diarahkan.

Baik teknik maupun spirit, keduanya memang saling membutuhkan. Serupa dengan mobil bersama supirnya, keduanya memang saling membutuhkan. Hanya saja, dalam tataran belajar dan pencaharian saya, terlalu banyak ruang pengetahuan yang berisi teknik. Karena tidak mau diproduksi menjadi mesin kepalsuan semacam inilah, maka arah pencaharian sedang diimbangi dengan spirit-spirit yang menjernihkan. Anda tertarik ?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar